1. Pendahuluan
Terjadinya konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu
hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini terjadi karena di satu sisi
orang-orang yang terlibat dalam organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi,
maupun gaya yang berbeda-beda. Di sisi lain adanya saling ketergantungan antara
satu dengan yang lain yang menjadi karakter setiap organisasi. Tidak semua
konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik
dapat menguntungkan organisasi sebagai suatu kesatuan. Dalam menata konflik
dalam organisasi diperlukan keterbukaan, kesabaran serta kesadaran semua pihak
yang terlibat maupun yang berkepentingan dengan konflik yang terjadi dalam
organisasi. Pada pembahasan kali ini kami akan menjelaskan mengenai pokok
masalah konlik yang di uraikan sebagai berikut :
1. Pengertian konflik;
2. Manifestasi konflik;
3. Macam-macam konflik;
4. Sumber konflik;
5. Manajemen konflik yang efektif;
6. Meminimalisir konflik dengan
komunikasi efektif.
2. Pembahasan
2.1 Pengertian Konflik
Konflik
adalah pergesekan atau friksi yang terekspresikan diantara dua pihak atau lebih,
di mana masing-masing mempersepsi adanya interferensi dari pihak lain, yang dianggap
menghalangi jalan untuk mencapai sasaran. Konflik hanya terjadi bila semua pihak
yang terlibat, mencium adanya ketidaksepakatan. Para pakar ilmu perilaku
organisasi, memang banyak yang memberikan definisi tentang konflik. Robbins,
salah seorang dari mereka merumuskan Konflik sebagai, ”sebuah proses dimana
sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha yang
dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan (blocking) yang menjadikan orang lain tersebut merasa
frustasi dalam usahanya mancapai tujuan yang diinginkan atau merealisasi
minatnya”. Dengan demikian yang dimaksud dengan Konflik adalah proses
pertikaian yang terjadi sedangkan peristiwa yang berupa gejolak dan sejenisnya
adalah salah satu manifestasinya.
Dua orang pakar penulis dari Amerika Serikat yaitu, Cathy A
Constantino, dan Chistina Sickles Merchant mengatakan dengan kata-kata yang
lebih sederhana, bahwa konflik pada dasarnya adalah: “sebuah proses
mengekspresikan ketidapuasan, ketidak setujuan, atau harapan-harapan yang tidak
terealisasi”. Kedua penulis tersebut
sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses.
Konflik dapat diartikan sebagai ketidaksetujuan antara dua atau lebih
anggota organisasi ataukelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena
mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau
menjalankan kegiatan bersama-samadan atau karena mereka mempunyai status,
tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda.
Anggota-anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan
tersebut biasanyamencoba menjelaskan duduk persoalannya dari pandangan mereka. Lebih
jauh Robbins menulis bahwa sebuah konflik harus dianggap sebagai “ada” oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Dengan demikian apakah konflik itu
adaatau tidak ada, adalah masalah “persepsi” dan bila tidak ada seorangpun yang
menyadari bahwa ada konflik, maka dapat dianggap bahwa konflik tersebut
memang tidak ada.
Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai
sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada
situasi-situasi yang sebenarnyadapat dianggap sebagai “bernuansa konflik”
ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena anggota-anggota kelompok
tidak menganggapnya sebagai konflik. Selanjutnya, setiap kita membahas konflik
dalam organisasi kita, konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain, “oposisi” (lawan), “kelangkaan”, dan “blokade”. Diasumsikan pula bahwa ada dua
pihak atau lebih yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita
semua mengetahui pula bahwa sumberdaya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan
lain-lain, dalam kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap
orang, setiap kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha
memperoleh semberdaya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan mendorong
perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang
sama. Pihak-pihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu
sama lain. Bila ini terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada
dalam kondisi ”konflik”.
2.2. Manifestasi Konflik
Konflik yang terjadi dalam masyarakat atau dalam sebuah
organisasi dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk atau cara :
Perselisihan
(Dispute):
bagi kebanyakan orang awam, kata konflik biasanya diasosiasikan dengan “dispute” yaitu “perselisihan” tetapi,
dalam konteks ilmu perilaku organisasi, “perselisihan” sebenarnya sudah
merupakan salah satu daribanyak bentuk produk dari konflik. Dispute
atau perselisihan adalah salah satu produk konflik yang paling mudah
terlihat dan dapat berbentuk protes (grievances),
tindakan indispliner, keluhan (complaints),
unjuk rasa ramai-ramai, tindakan pemaksaan (pemblokiran, penyanderaan,
dsb.), tuntutan ataupun masih bersifat ancaman atau pemogokan baik antara
fihak internal organisasi ataupun dengan pihak luar adalah tanda-tanda
konflik yang tidak terselesaikan.
Kompetisi
(persaingan) yang tidak sehat. Persaingan sebenarnya tidak sama dengan konflik. Persaingan
seperti misalnya dalam pertandingan atletik mengikuti aturan main yang jelas
dan ketat. Semua pihak yang bersaing berusaha memperoleh apa yang diinginkan
tanpa di jegal oleh pihak lain. Adanya persaingan yang sangat keras denganwasit
yang tegas dan adil, yang dapat menjurus kepada perilaku dan tindakan
yang bersifat menjegal yang lain.
Sabotase
adalah salah satu bentuk produk
konflik yang tidak dapat diduga sebelumnya. Sabotase seringkali digunakan dalam
permainan politik dalam internalorganisasi atau dengan pihak eksternal yang
dapat menjebak pihak lain. Misalnya saja satu pihak mengatakan tidak apa-apa,
tidak mengeluh, tetapi tiba-tiba mengajukantuntutan ganti rugi miliaran rupiah
melalui pengadilan.
Insfisiensi/produktivitas
yang rendah.
Apa yang terjadi adalah salah satu pihak (biasanya pihak pekerja) dengan
sengaja melakukan tindakan-tindakan yang berakibat menurunkan produktivitas
dengan cara memperlambat kerja (slowdown),
mengurangi output, melambatkan
pengiriman, dll. Ini adalah salah satu dari bentuk konflik yang tersembunyi (hidden conflic) dimana salah satu pihak
menunjukan sikapnya secara tidak terbuka.
Penurunan
moril (low morale).
Penurunan moril dicerminkan dalam menurunnya gairah kerja, meningkatnya tingkat
kemangkiran, sakit, penurunan moril adalah juga merupakan salah satu dari
produk konflik tersembunyi dalam situasi ini salah satu pihak, biasanya
pekerja, merasa takut untuk secara terang-terangan untuk memprotes pihak lain sehingga
melakukan tindakan-tindakan tersembunyi pula. Menahan/menyembunyikan informasi.
Dalam banyak organisasi informasi adalahsalah satu sumber daya
yang sangat penting dan identik dengan kekuasaan (power). Dengan demikian maka penahanan/penyembunyian informasi
adalah identik dengankemampuan mengendalikan kekuasaan tersebut.
Tindakan-tindakan seperti ini menunjukkan adanya konflik tersembunyi dan
ketidakpercayaan (distrust).
2.3. Macam-macam Konflik
(a) Dari segi pihak yang terlibat dalam konflik
- Konflik individu dengan
individu.
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan
individu pimpinan dari berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan
individu karyawan maupun antara individu karyawan dengan individu karyawan
lainnya.
- Konflik individu dengan
kelompok. Konflik
semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan
kelompok ataupun antara individu karyawan dengan kempok pimpinan.
- Konflik kelompok dengan
kelompok.
Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok
karyawan, kelompok pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain
dalam berbagai tingkatan maupunantara kelompok karyawan dengan kelompok
karyawan yang lain.
(b) Dari segi dampak
yang timbul
Dari segi dampak yang timbul, konflik dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu konflik fungsional dan konflik infungsional. Konflik
dikatakan fungsional apabila dampaknyadapat memberi manfaat atau keuntungan
bagi organisasi, sebaliknya disebut infungsional apabila dampaknya justru
merugikan organisasi. Konflik dapat menjadifungsional apabila dikelola dan
dikendalikan dengan baik. Contoh konflik yang fungsional dengan kasus seorang
manajer perusahaanyang menghadapi masalah tentang bagaimana mengalokasikan dana
untuk meningkatkan penjualan masing-masing jenis produk.
Pada saat itu setiap produk line berada pada suatu
devisi. Salah satu cara pengalokasian mungkin dengan memberikandana tersebut
kepada devisi yang bisa mengelola dana dengan efektif dan efisien. Jadi devisi
yang kurang produktif tidak akan memperoleh dana tersebut. Tentu saja di
sinitimbul konflik tentang pengalokasian dana. Meskipun dipandang dari pihak
devisi yang menerima alokasi dana yang kurang, konflik ini dipandang
infungsional, tetapi dipandang dari perusahaan secara keseluruhan konflik ini
adalah fungsional, karena akan mendorong setiap devisi untuk lebih produktif.
Manfaat yang mungkin timbul dari contoh kasus
di atas antara lain :
1.
Para
manajer akan menemukan cara yang lebih efisien dalam menggunakandana;
2.
Mereka
mungkin bisa menemukan cara untuk menghemat biaya;
3.
Mereka
meningkatkan prestasi masing-masing devisi secara keseluruhan
sehingga bisa tersedia dana yang lebih besar untuk mereka semua.
Meskipun demikian, mungkin juga timbul akibat yang tidak fungsional,
dimana kerjasama antara kepala devisi menjadi rusak karena konflik ini. Setiap
konflik, baik fungsional maupun infungsional akan menjadi sangatmerusak apabila
berlangsung terlalu jauh.Apabila konflik menjadi di luar kendali karena
mengalami eskalasi, berbagai perilaku mungkin saja timbul. Pihak-pihak
yang bertentangan akan saling mencurigai dan bersikap sinis terhadap
setiap tindakan pihak lain. Dengan timbulnya kecurigaan, masing-masing
pihak akan menuntut permintaan yang makin berlebihan dari pihak lain. Setiap
kegagalan untuk mencapai hal yang diinginkan akan dicari kambing hitam dari
pihak lain dan perilaku pihaknya sendiriakan selalu dibela dan dicarikan
pembenarannya, bahkan dengan cara yang emosional dan tidak rasional.
Pada tahap seperti ini informasi akan ditahan dan diganggu,
sehingga apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa terjadi menjadi tidak
diketahui. Dan segera bisa muncul usaha untuk menggagalkan kegiatan yang
dilakukan oleh pihak lain.Kegiatan untuk ‘menang´ menjadi lebih dominan dari
pada untuk mencapai tujuanorganisasi. Menurut Heidjrachman dari berbagai
penelitian dan percobaan ternyata ditemukan hasil-hasil yang mirip antara yang
satu dengan yang lain situasi, yang timbulakibat adanya konflik, baik konflik
yang fungsional maupun konflik yang infungsional. Di antaranya yang penting
adalah : (1) Timbulnya kekompakan diantara anggota-anggota kelompok yang
mempunyai konflik dengan kelompok yang lain; (2) Munculnya para pimpinan dari
kelompok yang mengalami konflik; (3) bisa muncul usaha untuk menggagalkan
kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain. Kegiatan untuk menang´ menjadi lebih
dominan dari pada untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Heidjrachman dari
berbagai penelitian dan percobaan ternyata ditemukan hasil-hasil yang mirip
antara yang satu dengan yang lain situasi, yang timbul akibat adanya konflik,
baik konflik yang fungsional maupun konflik yang infungsional.
Di
antaranya yang penting adalah :
- Timbulnya
kekompakan diantara anggota-anggota kelompok yang mempunyai konflik dengan
kelompok yang lain;
- Munculnya
para pimpinan dari kelompok yang mengalami konflik;
- Ada
gangguan terhadap persepsi para anggota atau kelompok yang mengalami
konflik;
- Perbedaan
antara kelompok yang mengalami konflik nampak lebih besar dari pada yang sebenarnya,
sedangkan perbedaan pendapat antar individu dalam masing-masing kelompok
tampak lebih kecil dari pada yang sebenanya;
- Terpilihnya
wakil-wakil yang kuat dari pihak-pihak yang mengalami konflik;
- Timbulnya
ketidakmampuan untuk berfikir dan menganalisa permasalahan secara jernih.
2.4. Sumber Konflik
Faktor-faktor
yang dapat menimbulkan adanya konflik dalam suatu organisasi antara lain adalah:
- Berbagai sumber daya yang langka: Karena sumber daya yang
dimiliki organisasi terbatas / langka maka perludialokasikan. Dalam
alokasi sumber daya tersebut suatu kelompok mungkinmenerima kurang dari
kelompok yang lain. Hal ini dapat menjadi sumber konflik.
- Perbedaan dalam tujuan. Dalam suatu organisasi
biasanya terdiri dari atas berbagai macam bagian yang bisamempunyai tujuan
yang berbeda-beda. Perbedaan tujuan dari berbagai bagian inikalau kurang
adanya koordinasi dapat menimbulkan adanya konflik. Sebagai contoh
: bagian penjualan mungkin ingin meningkatkan valume penjualan dengan
memberikan persyaratanpersyaratan pembelian yang lunak, seperti
kredit dengan bunga rendah, jangka waktu yang lebih lama, seleksi
calon pembeli yang tidak terlalu ketat dan sebagainya. Upaya yang
dilakukan oleh bagian penjualan semacam ini mungkin akan mengakibatkan
peningkatan jumlah piutang dalam tingkat yang cukup tinggi. Apabila hal
ini dipandang dari sudut keuangan, mungkin tidak dikehendaki karena
akanmemerlukan tambahan dana yang cukup besar.
- Saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan : Organisasi merupakan gabungan dari
berbagai bagian yang saling berinteraksi. Akibatnya kegiatan satu pihak
mungkin dapat merugikan pihak lain. Dan inimerupakan sumber konflik pula.
Sebagai contoh, bagian akademik telah membuat jadwal ujian beserta
pengawanya, setapi bagian tata usaha terlambat menyampaikansurat
pemberitahuan kepada para pengawas dan penguji sehingga
mengakibatkanterganggunya pelaksanaan ujian.
- Perbedaan dalam nilai atau persepsi. Perbedaan dalam tujuan biasanya
dibarengi dengan perbedaan dalam sikap, nilai dan persepsi yang bisa
mengarah ke timbulnya konflik. Sebagai contoh: seorang pimpinan muda
mungkin merasa tidak senang sewaktu diberi tugastugas rutin karenadianggap
kurang menantang kreativitasnya untuk berkembang, sementara pimpinanyang
lebih senior merasa bahwa tugastugas rutin tersebut merupakan bagian
dari pelatihan.
- Sebab-sebab lain. Selain sebab-sebab di atas, sebab-sebab lain yang
mungkin dapat menimbulkan konflik dalam organisasi misalnya gaya seseorang
dalam bekerja, ketidakjelasan organisasi dan masalah-masalah komunikasi.
2.5. Manajemen Konflik Yang Efektif
Manajemen konflik dimaksudkan sebagai sebuah proses terpadu
(intergrated) menyeluruhuntuk
menetapkan tujuan organisasi dalam penanganan konflik, menetapkan cara-cara mencegahnya
program-program dan tindakan sebagai tersebut maka dapat ditekankan empat hal,
yaitu:
- Manajemen
konflik sangat terkait dengan visi, strategi dan sistem
nilai/kultur organisasi manajemen konflik yang diterapkan akan
terkait erat dengan ketiga haltersebut
- Menajemen
konflik bersifat proaktif dan menekankan pada usahapencegahan. Bilafokus
perhatian hanya ditujukan pada pencarian solusisolusi untuk setiap konflik
yangmuncul, maka usaha itu adalah usaha penanganan konflik, bukan
manajemen konflik.
- Sistem
manajemen konflik harus bersifat menyeluruh (corporate wide) dan mengingat
semua jajaran dalam organisasi. Adalah sia-sia bila system manajemen
konflik yangditerapkan hanya untuk bidang Sumberdaya Manusia saja
misalnya.
- Semua
rencana tindakan dan program-program dalam sistem manajemen konflik
jugaakan bersifat pencegahan dan bila perlu penanganan. Dengandemikian
maka semua program akan mencakup edukasi, pelatihan dan program
sosialisasi lainnya.
Metode
yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah :
- Metode
pengurangan konflik. Salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan
persoalan terlebih dahulu (cooling
thing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum
menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat musuh
bersama´, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk
menghadapi musuh´ tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya
mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.
- Metode
penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah dengan mendominasi
ataumenekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif.
a)
Dominasi (Penekanan)
Dominasi
dan penekanan mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekankonflik, dan
bukan memecahkannya, dengan memaksanya tenggelam´ ke bawah permukaan dan
mereka menciptakan situasi yang menang dan yang kalah. Pihak yang kalah
biasanya terpaksa memberikan jalan kepada yang lebih tinggikekuasaannya,
menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan dominasi bisadinyatakan dalam bentuk
pemaksaan sampai dengan pengambilan keputusandengan suara terbanyak (voting).
b)
Kompromi
Melalui
kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di
tengah dari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution ). Cara ini
lebihmemperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam daridua
belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupunkalah.
Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahanini bukanlah
cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang
terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah
pihak yang saling bertentangan atau berkonflik.
c)
Penyelesaian secara integrative
Dengan
menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubahmenjadi
situasi pemecahan persoalan bersama yang bias dipecahkan dengan bantuan
tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak
yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan
hanyamencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan
carayang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai
secaramemuaskan karena kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur
untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.
Untuk
menjelaskan berbagai alternatif penyelesaian konflik dipandang dari sudut menang kalah masing-masing pihak, ada empat kuadran
manajemen konflik:
- Kuadran Kalah-Kalah
(Menghindari konflik)
Kuadran
keempat ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan
mengabaikan masalah yang timbul.Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak
tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukankesepakatan untuk
mengatasi konflik tersebut. Kita tidak memaksakan keinginankita dan sebaliknya
tidak terlalu menginginkan sesuatu yang dimiliki atau dikuasai pihak lain.
Cara ini sebetulnya hanya bias kita lakukan untuk potensi konflik yangringan
dan tidak terlalu penting. Jadi agar tidak menjadi beban dalam pikiran
ataukehidupan kita, sebaiknya memang setiap potensi konflik harus dapat
segeradiselesaikan.
2. Kuadran
Menang-Kalah (Persaingan)
Kuadran
kedua ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan pihaklainkalah.
Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk
memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai
pemenangnya. Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam
pertemuan berikutnya,sehingga terjadilah suatu suasana persaingan atau
kompetisi di antara kedua pihak.Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak
mengenakkan bagi pihak yangmerasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah,
sehingga sebaiknya hanyadigunakan dalam keadaan terpaksa yang membutuhkan
penyelesaian yang cepatdan tegas.
3. Kuadran
Kalah-Menang (Mengakomodasi)
Agak
berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kita kalah ± mereka menang
ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasikepentingan
pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan ataumasalah yang
lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi ingkat ketegangan
akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yangkita inginkan.
Mengalah dalam hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kitamenciptakan suasana
untuk memungkinkan penyelesaian yang paripurna terhadapkonflik yang timbul antara
kedua pihak. Mengalah memiliki esensi kebesaran jiwadan member kesempatan
kepada pihak lain untuk juga mau mengakomodasikepentingan kita sehingga
selanjutnya kita bersama bisa menuju ke kuadran pertama.
4. Kuadran
Menang-Menang (Kolaborasi)
Kuadran
pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau bekerja
sama. Tujuan kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian
melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang
bertikai.
Proses
ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena harus dapat mengakomodasi
kedua kepentingan yang biasanya berada di keduaujung ekstrim satu sama lainnya.
Proses ini memerlukan komitmen yang besar darikedua pihak untuk
menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh
. Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak
memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnyadan berusaha
dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingantersebut.
2.6. Meminimalisir Konflik Dengan Komunikasi Efektif
“Tahukah
Anda, bahwa bentuk dan macam komunikasi bisa memicu konflik? Tahukan Anda bahwa
konflik sesungguhnya dipicu oleh kesalahan komunikasi? Bagaimanakah metode
komunikasi bisa meminimalisir konflik´?
Ada lima
macam gaya komunikasi Anda yang bisa memicu konflik.
- Komunikasi Negatif
Anda
pasti mengetahui bahwa ada orang atau pihak tertentu yang ‘secara
alamiah’ berperilaku seperti Tom and Jerry. Perilaku seperti ini cenderung
melekat secarakonstan, karena sifatnya lebih menyerupai karakter diri dari pada
penyakit yang harusdisembuhkan. Apa yang pasti dari perilaku seperti ini,
adalah efeknya yang buruk terhadap pihak lain. Karakter ini dapat menyedot
dan menghabisi antusiasme, energi dan rasa percayadiri orang-orang sekitar. Apa
yang dapat dilakukan dengan gejala ini, adalahmendorong orang yang bersangkutan
untuk mengkonfrontir perilakunya sendiri.
Dan
ini, hanya dapat dilakukan jika orang-orang di sekitar bisa terlibat aktif
denganmemberi masukan tentang perilaku dan karakter negative itu. Secara
teknis, pendekatan terbaik yang dapat dilakukan adalah melatih apayang
disebut dengan “I message”. Contoh pengungkapannya adalah sebagai berikut:”Saat
saya mengutarakan suatu pendapat atau usulan, SAYA merasakan bahwa sikap
negatif Anda membuat SAYAfrustrasi, dan SAYA menemukanbahwa bekerjasama
dengan Anda menjadi lebih sulit dari semestinya.” Orang yang berkarakter
negatif, memiliki kecenderungan untuk mempersepsi segalasesuatu yang sampai di
telinganya, apa yang bisa terlihat oleh matanya, sebagai bentuk-bentuk
serangan. Sikap negatifnya, adalah bagian dari system survivalnya. “Imessage”
dalam hal ini, adalah untuk meredam persepsi itu. Jika Anda merasa
punya banyak “musuh”, karakter Anda mungkin harus dibenahi.
2.
Komunikasi
Blaming
Masih
ingat yang satu ini: “Litle-litle to me, Litle-litle to me.” Maksudnya,
“Dikitdikitgua. Dikit-dikit gua. Inilah yang terjadi, pada korban dari orang
yang memilikikecenderungan komunikasi blaming. Ia cenderung menyalahkan — dan
selalumenyalahkan orang-orang di sekitarnya.”I message” yang ditimpali dengan
menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih baik, adalah cara terbaik
untuk mengakalinya. Carilah isu utama dari sikap menyalahkan itu, tangani satu
per satu, jangan sekaligus. Jika Anda sering melihat orang lain salah, mungkin
Anda
memang sering menyalahkan. Jika memang demikian, latihlah untuk selalu spesifik
dan detil berkaitan dengan suatu kesalahan.
3.
Komunikasi
Superior
Anda
mungkin boss. Waspadalah. Cara berkomunikasi ini dipenuhi dengan
perintah,nasehat, dan pesan-pesan yang penuh moralitas. Semua itu memang
diperlukan, akantetapi jika setiap kalimat dan uraian yang keluar dari mulut
melulu hanya tentang itu,maka kepekaan dari orang-orang sekitar akan menyusut
jauh. Bahkan, komunikasiseperti ini akan membuat orang-orang di sekitar menjadi
bosan. Mereka akanmengalami frustrasi, penolakan dan bahkan dalam tingkat
tertentu akan memunculkaninspirasi untuk mensabotase. Sekali lagi, “I message”
yang ditimpali dengan pendekatan asertif (emosi dan personal), bisa sangat
membantu keadaan. Anda mungkin boss. Waspadalah. Cobalah untuk lebih asertif
dan personal. Sering-seringlah mengobrol dengan bawahan.
4.
Komunikasi
Tidak Jujur
Seringkali,
ketidakjujuran dalam berkomunikasi akan menciptakan “kegagalan mendengar”.
Lebih dari itu, cara komunikasi ini akan menciptakan
“kegagalan berempati”. Ciri-cirinya, apa yang dikomunikasikan hanyalah
berbagai hal di sekitar masalah, dan bukan masalah itu sendiri. Ada juga ciri-ciri lain, akan tetapi bukan
merupakan patokan utama, yaitu komunikatornya cenderung menggunakan kata-kata
“Kita”. Padahal, maksud “kita” disana tidak lebih dan tidak kurang adalah
dirinya sendiri.
Ada
kecenderungan, komunikator yang demikian secara sengaja tidak menindaklanjuti
perilaku yang tidak profesional, atau perilaku yang dapat merusak
tim kerja, padahal bisa ditindaklanjuti.Semuanya itu, jelas akan mengarah pada
tidak berfungsinya tim kerja. Untuk membenahinya, diperlukan sebuah
suasana yang terbuka, jujur, saling menghormati, berhenti saling
menyalahkan, saling mengganggu, dan menyediakan akses bagi setiaporang. Jika, Anda
sering bekerja dengan menyendiri, waspadai gaya komunikasi ini. Komunikasi
Selektif. Komunikatornya
dalam hal ini, sering berasumsi tentang apa yang perlu diketahuioleh orang
lain. Ia tidak berfokus pada apa yang secara obyektif memang perlu diketahui
orang lain. Perilaku ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk tetapmemegang
kekuasaan, mempertahankan status quo. Untuk membenahinya, diperlukan keterbukaan
dan akses kepada setiap informasi yang penting.
Contoh-contoh
cerminan komunikasi yang dapat mensabotase tim:
1. “Yang penting kerjaan gua
beres.” Sikap ini akan memperlemah kekuatan dankerjasama tim.
2. “Bukan gua yang salah kok.” Ini
juga tidak sehat, sebab sama dengan mengatakan” Yang salah orang lain.
3. “Kalo Dia yang salah ya biarin
aja, toh bukan Gua.” Sikap ini juga tidak membantu tim.
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konflik adalah pergesekan atau friksi yang terekspresikan di
antara dua pihak ataulebih, di mana masing-masing mempersepsi adanya
interferensi dari pihak lain, yangdianggap menghalangi jalan untuk mencapai
sasaran. Konflik hanya terjadi bila semua pihak yang terlibat, mencium
adanya ketidaksepakatan.
Manifestasi konflik terjadi dalam beberapa bentuk: (1)
Perselisihan (Dispute); (2) Kompetisi (persaingan) yang tidak sehat; (3)
Sabotase; (4) Insfisiensi/produktivitas yangrendah; (5) Penurunan moril (low
morale); dan (6) Menahan/menyembunyikan informasi.Macam-macam konflik dapat
dibedakan menjadi dua segi; (a) dari segi fihak yangterlibat dalam konflik,
antara lain: (1) konflik individu dengan individu; (2) konflik individudengan
kelompok; dan (3) konflik kelompok dengan kelompok. Sedangkan dari segi
(b)dampak yang timbul, diklasifikasikan menjadi: (1) konflik fungsional; dan
(2) konflik infungsional.Faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya
konflik dalam suatu organisasi antaralain adalah: (1) berbagai sumber daya yang
langka; (2) perbedaan dalam tujuan; (3) salingketergantungan dalam menjalankan
pekerjaan; (4) perbedaan dalam nilai atau persepsi; dan (5) sebab-sebab lain.
3.2 Saran
Manajemen
konflik yang efektif, perlu menekankan empat hal, yaitu:
1. Manajemen konflik sangat terkait
dengan visi, strategi dan sistem nilai/kultur organisasi
2. Menajemen konflik bersifat proaktif
dan menekankan pada usaha pencegahan.
3. Sistem manajemen konflik harus
bersifat menyeluruh (corporate wide) dan mengingatsemua jajaran dalam
organisasi.
4. Semua rencana tindakan dan
program-program dalam sistem manajemen konflik jugaakan bersifat pencegahan dan
bila perlu penanganan.
Meminimalisir
konflik dengan komunikasi efektif dengan cara menghindari gaya komunikasi yang
bisa memicu konflik, antara lain: (1) komunikasi negative; (2) komunikasi
Blaming; (3) komunikasi superior; (4) komunikasi tidak jujur; dan (5)
komunikasi selektif.
SUMBER PUSTAKA
De
Cenzo and Robins. 1999 Human Resource Management .New York : John Wiley
& Sons, Inc. Garry Dessler. 1989 Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jilid 2, Jakarta T. Prehelinso
Hadi
Peorwono. 1984. Tata Personalia. Jakarta : Djambatan
Hani
Handoko. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya manusia.Yogyakarta
:BPFE
Heidjrachman
R & Suad Husnan. 2002. Manajamen Personalia,Yogyakarta :BPFE
Jeffrey,
dkk. 2002. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia.Yogyakarta: AmaraBooks
John
Soeprihanto. 1987. Manajemen Personalia. Yogyakarta : BPFE
Manullang.
1987. Management Personalia. Jakarta : Aksara Bar Nitisemito, Alex S,. 1996.
Manajemen Personalia. Jakarta : Ghalia Indonesia
Werther,
W.B. Jr & Davis, K. 1996. Human Resource and
Personel Management . USA : McGraw-Hill, Inc.
William
P. Anthony, Pamela L. Perrewe, 1996, Strategic Human Resouce Management ,
TheDryden Press
0 komentar:
Posting Komentar