Coretan Di Dinding Kaca

"Memaknai sebuah coretan bukanlah hal yang mudah"

Manajemen Kebijakan Dalam Sektor Publik

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi SANDIKTA
Prodi Administrasi Negara

Jl. Raya Hankam No. 208 Pondok Melati Kota Bekasi, Kode Pos 17414
Telp. (021) 8466569, Fax (021) 84972414
Website: http.//stia.sandikta.net Email: stiasandikta@gmail.com
 

LINGKUNGAN KEBIJAKAN



Tugas Kelompok
Desy Kaspariani / 2010000157
Hendra Sanudin / 2010000159
Indah Puspita Ashari / 2010000160

Salah satu syarat untuk mengikuti kuliah Perencanaan dan Manajemen Kebijakan Dalam Sektor Publik (PMKDSP) yang dibina oleh Bapak Sabar Lesmana S.Pd., M.si., B.S.D., Kons. dalam Program study Administrasi Negara.
Bekasi 2012


KATA PENGANTAR 


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Lingkungan Kebijakan”.
Makalah ini berisikan tentang faktor kebijakan yang banyak diperhatikan oleh para penstudi kebijakan publik dan ilmuan politik yaitu, “Variabel Budaya Politik dan Variabel Sosial Budaya”.  Makalah ini dapat memberikan pengetahuan lebih mendalam kepada kita semua mengenai lingkungan kebijakan publik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar yaitu Bapak Sabar Lesmana S.pd. , M.si, BSD. Kons. , yang telah memberikan tugas makalah ini kepada kelompok kami. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Bekasi, Maret 2012

Penyusun



DAFTAR ISI
       

KATA PENGANTAR ……………………………………………………...….. . ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………..………..……. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………............………..….…… 1
1.1              Latar Belakang ………………………...……………...…….....… 1
1.2              Rumusan Masalah ……………………………............………..… 2

BAB 2 PEMBAHASAN ………………………………………….…………… 3
2.1   Kondisi dan Budaya Politik …………………………………………. 3
2.2  Kondisi Sosial Ekonomi ………………………………………….…... 6
Pengaruh Lingkungan Sosial Ekonomi
Terhadap Kebijakan di Indonesia …………….…………………….…. 8
Dari Deregulasi Menuju Privatisasi BUMN ……………………….…… 9
i. Deregulasi BUMN ………………………………………………...... 9
ii. Liberalisasi BUMN ……………………………………………...… 10
iii. Privatisasi BUMN dari Privatisasi Manajamen
Menuju Privatisasi Pemilikan …………………..................………..... 11
iv. Privatisasi Kepemilikan sebagai
Modernisasi Manajemen “BUMN”…................................................... 12
BAB 3 PENUTUP ………………………………………..........................….… 13
3.1 Kesimpulan ………………………….……...............…..………....… 13
3.2 Saran ………………………………….……….................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………......................…… 14
RIWAYAT HIDUP ………………………………….........................…………. 15




PENDAHULUAN


1.1     Latar Belakang Masalah

Pembuatan kebijakan tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sekitarnya, yaitu social, politik, ekonomi ataupun budaya. Disaat yang sama, lingkungan kebijakan membatasi dan memaksakan perilaku yang di kerjakan oleh para pembuat kebijakan. Ini membuktikan interaksi antara lingkungan kebijakan dan kegiatan kebijakan public memiliki hubungan yang saling berpengaruh.

Secara spesifik lingkungan kebijakan public ini memiliki tiga kategori besar, yang antara lain: pertama, lingkungan umum di luar pemerintahan dalam arti pola-pola yang melibatkan factor social, ekonomi, politik dan nilai-nilai tertentu. Kedua, lingkungan di dalam pemerintah dalam arti institusional. Ketiga,  lingkungan khusus yang mempengaruhi kebijakan.

Beberapa bentuk lingkungan lain yang dapat mempengaruhi kegiatan kebijakan public dapat dilihat dari sisi formulasi, implementasi hingga evaluasi. Karakteristik geografis, demografi, hingga lokasi, budaya politik, system social, serta system ekonomipun sangat berpengaruh. Bagian penting yang menjadi struktur lingkungan kebijakan, khususnya berkaitan kebijakan pertahanan dan kebijakan luar negeri.

Berdasarkan uraian diatas tersebut, maka penulis akan mencoba untuk menjelaskan factor variabel budaya politik dan variabel social ekonomi, terhadap lingkungan kebijakan, karena dalam konteks ini Negara terus berubah dalam kecamuk zaman postmodern. Maka dari itu kita perlu penjelasan yang lebih mendalam untuk memahami pengaruhnya terhadap kebijakan yang tercipta.


12.                         Rumusan Masalah

Yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah  ini adalah "Bagaimana pengaruh budaya politik dan social ekonomi terhadap lingkungan kebijakan?"


PEMBAHASAN


2. 1 Kondisi dan Budaya Politik
Setiap masyarakat mempunyai kebiasaan, tradisi, dan budaya yang membedakan nilai serta perilaku anggotanya dari masyarakat yang lainnya.
Definisi budaya :
  • Seorang ahli antropologi Clyde Kluckhohn dalam bukunya  “Mirror for man” (1963:24) mendefinisikan budaya sebagai “seluruh cara hidup orang, peninggalan social seseorang yang diperoleh dari kelompoknya;
  • Atau budaya dapat dikatakan sebagai bagian dari lingkungan yang diciptakan oleh manusia;
  • Budaya membentuk atau mempengaruhi kehidupan social, tetapi budaya tidak menentukan seluruhnya karena itu hanya merupakan salah satu dari banyak factor yang mempengaruhi perilaku manusia.
Sebagian dari budaya masyarakat pada umumnya dapat membentuk budaya politik.
  • Budaya politik diwariskan dari generasi satu kegenerasi lainnya melalui proses sosialisasi seseorang dengan orang lainnya baik orang tuanya, teman, guru, pemimpin  pilitik dan lainnya.
  • Budaya politik yang diperoleh seseorang menjadi bagian dari sikap psikologisnya dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
  • Dalam masyarakat multikultur variasi sikap dan perilaku terbangun oleh budaya politik juga sangat dipengaruhi kontrawacana yang berkembang dalam wilayahnya dan kelompoknya sehingga melahirkan sub-kultur tersendiri.
            Budaya sebagai lingkungan sekitar yang paling mempengaruhi formulasi, implementasi, hingga evaluasi kebijakan. Karena itu seorang sosiolog, Robin M.Wiliam Jr ( 1960:207 ) menandai sejumlah “nilai utama” mempunyai arti penting dalam kegiatan kebijakan public, seperti demokrasi, individualisme, dan humanitarianisme. Selain nilai – nilai utama tersebut ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan ketika kebijakan public hendak di implementasikan dalam konteks budaya politik.

            Budaya politik itu sendiri dibedakan menjadi 3 kategori seperti yang diungkapan Gabriel Almond & Sidney Verba didalm bukunya Budaya Politik (1984:20-22) yaitu Budaya politik Parokial, Budaya politik Subjek, dan budaya politik partisipan.
1.    Budaya Politik Parokial
  • Warganegara mempunyai sedikit kesadaran/orientasi pada system politik secara keseluruhan mulai dari proses input hingga output.
  • Budaya Politik Parokial ini tidak mengharapkan dari system yang dinanunginya.
  • Gambaran Budaya Politik Parokial adalah masyarakat persukuan (chiefdom) dan kerajaan.
2.    Budaya Politik Subjek
Warganegara (Subjek) menyadari akan otoritas pemerintah (output) dan mempunyai sedikit kesadaran pada proses input serta dia boleh menyukai atau tidak menyukai wewenang pemerintah tetapi pada prinsipnya subjek bersikap pasif.
3.    Budaya Politik Partisipan
  • Warga Negara mempunyai kesadaran politik dan informasi yang tinggi dan mempunyai orientasi eksplisit pada system politik secara keseluruhan proses input dan outputnya.
  • Partisipasi politik warganegara sangat tinggi.
            Budaya politik membantu membentuk perilaku politik, hal ini berhubungan dengan frekuensi dan probabilitas dari bermacam-macam perilaku dan bukan pada ketentuan mereka yang kaku. Dalam pandangan James Anderson (1984), faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya peran parpol dalam pembuatan public adalah system kepartaian yang dipraktikan oleh Negara bersangkutan. Ketiga system tersebut adalah sebagai berikut:
1. Multyparty System, yaitu partai politik dicirikan menjalankan peran sebagai “broker”, yang menjadi perantara kepentingan anggotanya untuk disalurkan kepada para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan.
2. Twoparty System,  dicirikan dengan kecenderungan-kecenderungan melibatkan diri kedalam proses pembuat kebijakan.
3. Monoparty System, kondisi ini tidak demokratis karena kemudian yang terjadi adalah hegemoni Negara terhadap semua perikehidupan warga Negara.

            Budaya politik mengisyaratkan bahwa konflik akan sering terjadi pada Negara-negara poskolonial (sering dipicu oleh tinggi rendahnya pengakuan pascakemerdekaan) dan Negara-negara yang baru keluar dari cengkraman otoritarianisme.
            Jika kita ingin menetralisir konflik kita perlu tahu apa yang menjadi sebab lahirnya konflik agar proses pengambilan keputusan guna menyudahi konflik dapat dilakukan. Secara Sosiologi Ralf Dahrendorf (1957: 206 -207) melihat konflik sebagai dua makna yaitu :
  1. Konflik sebagai akibat dari proses integrasi didalam masyarakat yang tidak tuntas. Dimana konflik merupakan gejala penyakit yang merusak persatuan dan kesatuan masyarakat.
  2. Konflik sebagai proses alamiah dalam rangka sebuah proyek rekonstuksi social. Konflik dilihat secara fungsional sebagai strategi menghilangkan disintegrasi dimasyarakat yang tidak terintegrasi secara sempurna.
Beberapa aspek yang menyangkut sumber-sumber politik (dilevel local) yaitu :
  1. Tekanan (dari kekuatan-kekuatan baik dalam maupun dari luar) makin keras terhadap peran Negara sebagai sebuah kekuatan yang berdaulat atas wilayah dan warganya. Dari dalam berbagai kekuatan faksional terus menerus berupaya merongrong posisi Negara. Dari luar fenomena globalisasi membuat garis batas negaramakin berkurang relevansinya dari waktu ke waktu.
  2. Posisi Negara yang makin terancam mobilisasi kelompok – kelompok yang tidak puas terhadap situasi dan kondisi Negara.
  3. Konflik ditingkat local yang dipicu oleh ambisi-ambisi pribadi para pemimpin kelompok di dalam suatu Negara dengan cara mengeksploitasi suasana pluralitas demi kepentingan pribadi/kelompoknya melalui penggalangan dukungan masyarakat .Konflik juga terbangun akibat pola primordial seperti ras, etnis, agama, dan bahasa.
  4. Konflik primordial yang dihubungkan dengan hubungan agama, persoalan agama merupakan sumber konflik yang cukup krasial diberbagai kawasan dunia.
  5. Konflik primordial yang dihubungkan dengan ikatan adat istiadat.
  6. Konflik primordial yang dihubungkan dengan ikatan bahasa.
            Budaya politik yang dipenuhi oleh konflik dan polemic, maka jalan keluar yang dapat dilakukan pemerintah adalah akomodasi dan agregasi atas kepentingan-kepentingan atau kebutuhan-kebutuhan warga masyarakat secara hati-hati. Pembentukan kebijakan public yang tepat mulai dari proses perencanaan atau pendefinisian masalah akan berdampak positif terhadap kondisi social ekonomi.

2. 2  Kondisi Sosial Ekonomi   

            Proses formulasi kebijakan sering tidak mungkin dipisahkan dengan  factor social dan ekonomi. Walau kebijakan public dipandang sebagai solusi dari konflik yang berkecamuk seperti diatas, tetapi kebijakan public juga dapat dianggap sebagai penyebab konflik antara kelompok yang berbeda, yang pribadi dan yang resmi, yang memiliki keinginan dan kepentingan yang berbeda.Salah satu konflik utama khususnya dalam  masyarakat modern adalah kegiatan ekonomi. Kelompok yang tidak mampu atau tidak puas terhadap kerjasama dengan kelompok lain di bidang ekonomi dapat meminta bantuan pemerintah untuk memperbaiki situasinya melalui pelembagaan kebijakan public yang tepat dan baik.
      Biasanya kelompok/golongan/partai yang lebih lemah/tidak diuntungkan dalam konflik akan lebih banyak mengundang dan meminta keterlibatan pemerintah dalam masalah tersebut pada setiap kebijakan yang dihasilkan. Kelompok/golongan/partai yang dominan atau yang   puas yang dapat mencapai tujuannya, tidak mempunyai daya pendorong untuk membawa pemerintah dalam suatu perselisihan. Bahkan biasanya mereka akan melawan kegiatan-kegiatan pemerintah- kebijakan/program yang dilembarkan dalam lembaran Negara, sebagai sesuatu yang tidak diperlukan atau tidak cocok.
     Hubungan yang dapat memuaskan kelompok mungkin diganggu atau dihalangi oleh perubahan atau perkembangan ekonomi, dan yang merasa dirugikan atau terancam dapat meminta pemerintah untuk bertindak melindungi kepentigan mereka atau memberikan keseimbangan. Tingkat masyarakat dalam perkembangan ekonomi akan menentukan batas apa yang dapat dikerjakan pemerintah dalam menyediakan barang-barang dan pelayanan public kepada masyarakat. Satu factor yang berpengaruh terhadap apa yang dapat dikerjakan pemerintah dalam program kesejahteraan adalah sumber ekonomi yang dapat dipakai.
       Salah satu usaha paling menonjol untuk pertanyaan ini adalah studi Thomas R.Dyne (1966) mengenai output kebijakan di 50 negara. Dia mengatakan bahwa, tingkat perkembangan ekonomi mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kebijakan Negara dalam hal pendidikan, kesejahteraan, jalan raya, perpajakan, dan peraturan public. Dampak perkembangan ekonomi dibandingkan dengan dampak system politik.Variabel politik (partisipasi pemberi suara, persaingan antar partai, kekuatan parpol, dan pembagian legislative) hanya mempunyai hubungan yang lemah dengan kebijakan public.
      Studi lain yang menunjukan dampak social ekonomi dalam proses formulasi kebijakan public dilakukan oleh Dawson dan Robinson (Lihat Anderson, 1984:33).  Mereka menyimpulkan bahwa factor lingkungan mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada kompetisi partai.

     Kesimpulan dari ini semua  dan studi lainnya yang serupa dengan cepat dapat diterima oleh beberapa ilmuwan politik. Satu hal yang mengemukakan dalam penelitian-penelitian yang berusaha untuk melihat bagaimana lingkungan ekonomi mempengaruhi kebijakan public ialah penelitian semacam itu memberikan “suatu penemuan mengena dan tidak dapat dihilangkan, tidak berarti dikatakan bahwa, analisis system politik tidak akan menjelaskan keputusan kebijakan yang dibuat dengan system tersebut.”


Pengaruh Lingkungan Sosial Ekonomi Terhadap Kebijakan di Indonesia (Studi kasus : BUMN)

            Dalam sejarah perekonomian Indonesia BUMN sudah mengalami beberapa restrukturisasi.Pertama, diawal pemerintahan Orde Baru 1966-1968. Kedua dan ketiga, masing-masing dibawah pemerintahan yang sama pada pertengahan periode 1986-1990 dan menjelang akhir pemerintahan rezim pada tahun 1998. Rekstrukturisasi BUMN bahkan terjadi pada masa kepemimpinan B.J Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan SBY. Sekalipun berbeda dalam masa dimana restrukturisasi dilakukan, issu sentral yang menjadi focus tetaplah sama yakni disatu sisi ada kinerja BUMN yang buruk, dan di sisi lain ada berbagai tekanan pada perekonomian Negara yang menuntut perubahan atau penyesuaian dengan ikli internasional. Kinerja BUMN sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional.Rekstrukturisasi BUMN adalah paket tidak terpisahkan dari penataan kembali kebijakan perekonomian Negara.
            Sudah lama BUMN mendapat dukungan yang kuat daripemerintah baik secara ekonomis maupun politis.Secara ekonomis BUMN mendapat dukungan subsidi dan partisipasi modal pemerintah yang tidak sedikit, selain juga kemudahan dan fasilitas yang diberikan secara cuma-cuma.Secara politis, BUMN dikaitkan dengan UUD 1945 Pasal 33. Sampai paling tidak paruh kedua tahun 1990-an dukungan dari pemerintah masih kuat ,BUMN di Indonesia menguasai sector-sektor strategis perekonomian nasional serta pemerintah masih menjadi pemilik penuh BUMN.
    Namun selama lebih sepuluh tahun terakhir, pemerintah mengubah kebijakannya kepada BUMN.Orientasi kebijakan yang dikembangkan lebih menuntut kemandirian BUMN, mendorong BUMN untuk menjalankan privatisasi dan bahkan menjadikan hasil penjualan beberapa BUMN tertentu untuk membayar utang luar negeri pemerintah yang tambah banyak. Namun kendala seperti resistensi dari BUMN dan birokrasi pemerintah serta kondisi pasar yang tidak kondusif menghambat proses restrukturisasi yang dilakukan sehingga tidak sedikit target-target restrukturisasi BUMN  yang tidak tercapai.

A. Dari Deregulasi Menuju Privatisasi BUMN
I. Deregulasi BUMN

            Setelah menurunnya pendapatan minyak, pemerintah tidak lagi memiliki kemampuan untuk mendukung secara finansial operasi BUMN sehingga memunculkan pemikiran tentang deregulasi dan privatisasi BUMN.
 
       Kondisi anggaran pemerintahan yang semakin terbatas dan juga dukungan dari kedua lembaga keuangan internasional World Bank dan IMF tidak begitu saja memudahkan para pendukung kebijakan deregulasi dan privatisasi menjalankan orientasi kebijakan mereka.Karena para birokrat dan kelompok militer masih punya pengaruh kuat terhadap pengambilan keputusan di puncak pemerintahan. Strategi yang dilakukan oleh kelompok mentri teknokrat ialah melakukan deregulasi di sector perbankan terlebih dahulu.Sementara di sector riil yang dikuasai menteri-menteri teknis masih harus menunggu lama untuk bias deregulasi.
          Dengan kebijakan Deregulasi terhadap perbankan, maka BUMN tidak lagi diberi fasilitas kredit liquiditas dari Bank Indonesia.Bank-bank BUMN yang tidak biasa bekerja dalam lingkungan kompetitif terpaksa harus kehilangan pangsa pasarnya.Karena bank swasta mampu bertindak lebih agresif menawarkan produk dan pelayanan perbankan yang lebih menarik pelanggannya dibandingkan dengan bank-bank pemerintah.
            Deregulasi perbankan mencapai puncaknya dengan diberlakukannya UU Perbankan baru pada tahun 1992.UU ini semakin memperkuat pergeseran dari intervensi Intervention oleh DepKeu dan Bank sentral di dalam pengelolaan perbankan.Beberapa perubahan mendasar terjadi disini.
    
            Pertama, Pelaksanaan UU Perbankan tidak lagi didasarkan pada UU sebagaimana sebelumnya tetapi hanya didasarkan pada PP, Kepmen Keuangan, dan Keputusan Bank Sentral.Ini mempermudah bank-bank BUMN untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang cepat.Kedua, adanya penekanan fungsi perbankan untuk memobilisasi dan menyalurkan dana-dan publik. Ketiga, tidak ada lagi pembedaan pemilikan antara bank pemerintah dan swasta.

II. Liberalisasi BUMN

            Deregulasi dan liberalisasi sektor-sektor yang didominasi atau dimonopoli BUMN tidak berjalan sendiri.Karena dibawah tekanan nasionalisme ekonomi dan kecurigaan kepada pihak swasta yang masih cukup kuat, pemerintah tidak memiliki sumber – sumber keuangan yang melimpah untuk membiaya BUMN sesungguhnya membutuhkan pula dukungan sector swasta untuk mempertahankan BUMN. Disisi lain perlu adanya pembenahan BUMN jika harus bertahan di lingkungan ekonomi yang lebih liberal. Sehingga tidak ada pilihan lain untuk melakukan rekstrukturisasi atas BUMN. Namun perdebatan muncul disekitar arah rekstrukturisasi ini.

III. Privatisasi BUMN dari Privatisasi Manajamen Menuju Privatisasi Pemilikan

Pemisahan manajemen kebijakan dari pemberian pelayanan pengguna indicator kerja yang eksplisit, ekspose terhadap kompetisi, korporatisme unit-unit birokrasi atas basis arm length. Kaitannya dengan restrukturisasi BUMN yaitu adanya campur tangan dan control pemerintah yang berlebihan sehingga adanya otonomi yang relative dari manajemen BUMN.

Dalam paket restrukturisasi  yaitu adanya kebijakan untuk memperbaiki tatanan kelembagaan yang mengatur hubungan BUMN dengan pemerintah dan pasar. Penggunaan indicator kinerja dan perencanaan strategis diatur oleh SK. Menkeu. No. 70/ KMK.00/1989 dan SK NO. 74/ KMK.00/1989, untuk meningkatkan akuntabilitas atas kinerja manajemen. Indicator kinerjapun untuk memberikan ukuran bagi evaluasi BUMN. Dan indicator kinerja juga dapat membantu meningkatkan regularitas dan prediksitabilitas dalam hubungan antara BUMN dengan departemen teknis yang mengawasinya. Kemudian jika kinerjanya tidak memuaskan, setiap saat BUMN bisa dilikudasi ataupun di privatisasi.

Kebijakan di arahkan pada pemisah tujuan social dari tujuan komersial serta penetapan system imbal jasa dan sanksi bagi direksi BUMN yang ditentukan berdasar pada pencapaian kinerja BUMN. Walaupun nampaknya masih sulit untuk dilakukan karena tergantung pada pola subsidi silang. Ini penting bagi implikasi masa depan BUMN, yaitu pertama BUMN bias lebih mengembangkan tujuan yang berorientasi bisnis, manajemen lebih otonom, control pemerintah bersifat tidak langsung. Kedua BUMN untuk diprivatisasi kelak, baik secara parsial maupun total, lewat pasar modal ataupun penyertaan langsung modal swasta lewat private placement. 

Secara teoritik privatisasi manajemen dibangun atas argument yang mengatakan bahwa pemilikan perusahaan oleh Negara bukan penyebagian inefisiensi. Pengalaman privatisasi BUMN di Indonesia menunjukan privatisasi manajemen sebagai upaya “Kompromi politik awal” dan sebagai tahap interim menuju privatisasi kepemilikan, dan kemudian mengambil jalan tengah sebagai “kompromi politik akhir”. 

IV.Privatisasi Kepemilikan sebagai Modernisasi Manajemen “BUMN”

Perubahan-perubahan ini terlihat jelas pada bentuk organisasi bisnis dan struktur lain yang berdasarkan pada segmen pasar yang dilayani. Pembentukan profit center menjadi pilihan ketika struktur multidivisi tidak dapat ditetapkan. Tidak sedikit BUMN melakukan penataan ulang organisasi bisnisnya dan melakukan delaying atau rightzing. Upaya ini untuk merampingkan manajemen, terutama tingkat menengah, dan pengurangan personil yang mungkin semestinya. Perubahan dalam rangka modernisasi manajemen BUMN tidak hanya terjadi pada tingkat struktur dan aspek SDM, tetapi juga dilakukan pada tatanan kultur perusahaan. Ini dilakukan agar adanya daya dukung suprastruktur yang cukup kuat terhadap infrastruktur organisasi yang baru. 

Tapi pihak lain tidak sedikit pula BUMN yang sulit untuk mencapai perubahan uang cukup signifikan dalam efisiensi dan tingkat keuntungan yang dicapai. Karena mereka memikul beban biaya operasi yang sangat berat akibat factor input yang terlalu mahal, yang kebetulan dipasok oleh perusahaan-perusahaanyang memiliki political clout yang sama kuat. Langkah restrukturisasi yang diambil sebetulnya lebih bersifat pragmatisketimbang idiologis. Sebab secara ekonomis asset-asset mereka dikuasai oleh pemerintah melalui BPPN-yang kemudian dianulir oleh pemerintah karena banyak tarik-ulur politis didalamnya.


PENUTUP


3.1             Kesimpulan

Pengaruh budaya politik dan social ekonomi terhadap lingkungan kebijakan yaitu budaya politik dipenuhi oleh konflik dan polemic, maka jalan keluar pemerintah yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan akomodasi dan agregasi atas kepentingan-kepentingan atau kebutuhan warga masyarakat. Sedangkan, factor lingkungan memiliki pengaruh yang lebih besar daripada kompetisi partai.

3.2             Saran

Penulis hanya menyarankan agar lebih ditingkatkan lagi dalam melakukan akomodasi dan agresi atas kepentingan dan kebutuhan terhadap masyarakat. Dan pada proses politik pemerintah pusat jangan hanya mementingkan kompetisi partai saja.



DAFTAR PUSTAKA




Agustino, Leo , 2005, Politik dan Otonomi Daerah . Serang: Unintra Press.
                                                                                                                                        
Agustino, Leo , 2006, Dasar-dasar kebijakan public. Bandung: Alfabeta.

Almond, Gabriel, and Sidney Verba, 1984, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan
            Demokrasi di Lima Negara. Jakarta: Bina Aksara.

Andeson, James E., 1984, Public policy-Making. New York: Holt, Rinehart and
            Winston.

Elazar, Daniel J, 1966, American Federalism: A View from States. New York:
Crowell.

Dye, Thomas R, 1966, Politics, Economics and the Politicy Outcomes in the
Fifty State. Chicago: Rand-McNally.

Gurr, Ted Robert, 1993, Minorities at Risk: A Global View of Ethnopolitycal Conflict. Washington, DC. : United State Institue of Peace.

Kluckhohn, Clyde, 1963, Miror for Man. Greenwich, Connecticut: Fawcett.
William Jr., Robin M., 1960,  American Society. New York: Knop.




Daftar Riwayat Hidup


DATA PRIBADI
· Nama Lengkap          : Desy Kaspariani
· Tempat/tanggal lahir    : Indramayu, 22 Desember 1991
· Jenis Kelamin             : Perempuan
· Agama                       : Islam
· Status Perkawinan      : Belum Menikah
· Kewarganegaraan      : Indonesia

PENDIDIKAN FORMAL
· SD Negeri Jakarta Timur, berijazah.
· SMP Negeri Jakarta Timur, berijazah.

· SMK Bekasi, berijazah.

PENGALAMAN KERJA
· Pernah bekerja sebagai Staff Keuangan tahun 2010. (PT Finelindo Rekan Abadi).
· Bekerja sebagai Laboran SMA tahun 2011 sampai dengan sekarang.

KONTAK
· Alamat          : Kp. Pondok Ranggon Jl. Ganceng No. 42 Rt. 006/06 Kel. Jati                                 Ranggon Kec. Jati Sampurna, Bekasi 17432.
· Telepon/HP   : 083877211076
· Email/FB       :
desykaspariani@gmail.com

Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.


 
                                                                                                          Hormat saya,




                                                                                                            Desy Kaspariani





Daftar Riwayat Hidup


DATA PRIBADI

· Nama Lengkap          : Hendra Sanudin
· Tempat/tanggal lahir    : Bekasi, 17 Januari 1987
· Jenis Kelamin             : Laki-laki
· Agama                       : Islam
· Status Perkawinan      : Belum Menikah
· Kewarganegaraan       : Indonesia

PENDIDIKAN FORMAL
· SD Negeri Bekasi, berijazah.
· SMP Negeri, berijazah.
· SMK, Bekasi, berijazah.

PENGALAMAN KERJA
·  Bekerja sebagai engineering maintenance produksi, Januari 2008 hingga sekarang.

KONTAK:
·  Alamat         : Kp. Kebantenan Rt 002/08 No. 02 Kel. Jati Asih Kec. Jati Asih
                           Bekasi 17432
·  Telepon /HP : 089637699852
·  Email/FB      : hendra.didin@gmail.com

Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
    
                                       Hormat saya,



                                        Hendra Sanudin



Daftar Riwayat Hidup


DATA PRIBADI

· Nama Lengkap          : Indah Puspita Ashari
· Tempat/tanggal lahir    : Jakarta, 21 Juni 1992
· Jenis Kelamin             : Perempuan
· Agama                       : Islam
· Status Perkawinan      : Belum Menikah
· Kewarganegaraan       : Indonesia

PENDIDIKAN FORMAL

· SD Negeri Bekasi, berijazah.
· SMP Negeri Jakarta Timur, berijazah.
· SMA Negeri Jakarta Timur, berijazah.

PENGALAMAN KERJA

· Pernah bekerja sebagai guru, tahun 2010.
· Bekerja sebagai staff bidang administrasi, tahun 2011.

KONTAK
· Alamat                      : Jalan Mangga Rt 001/011 No. 55 Jati Makmur, Pondok Gede
                                      Bekasi 17432
· Telepon /HP              :  021-95174707
· Email/FB                   : 
ipa.210692@gmail.com

Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

      
                        Hormat saya,




      Indah Puspita Ashari

0 komentar:

Posting Komentar

Followers